Headlines News :
Home » » Hukum Tidur ketika Mendengarkan Khutbah Jumat

Hukum Tidur ketika Mendengarkan Khutbah Jumat

Written By Unknown on Selasa, 12 Maret 2013 | 15.23

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

khutbah jumat

Sebagian orang tertidur sementara khatib sudah berada di atas mimbar. Dan ini jelas salah dan dia harus dibangunkan untuk mendengarkan nasihat.

Ibnu Sirin mengatakan, “Mereka memakruhkan tidur ketika khatib khutbah. Dan mereka berkata tegas mengenai hal tersebut.” [1]

Dan disunnahkan bagi orang yang dihinggapi rasa kantuk untuk pindah dari tempatnya ke tempat lain di masjid. Mengenai hal tersebut telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dengan sanad shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِـى مَجْلِسِهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْهُ إِلَى غَيْرِهِ.

“Jika salah seorang di antara kalian mengantuk di tempat duduknya pada hari Jum’at, maka hendaklah dia pindah (bergeser) dari tempat itu ke tempat lainnya.” [2]

BERSANDARNYA SEBAGIAN ORANG KE DINDING DAN TIDAK MENGHADAP KHATIB
Ada sebagian orang yang dalam mendengarkan khutbah Jum’at lebih senang bersandar ke dinding atau tiang dan tidak menghadap ke arah khatib, bahkan mereka membelakanginya. Dan ini jelas bertentangan dengan petunjuk para Sahabat Nabi di dalam khutbah Jum’at dan juga bertolak belakang dengan etika mendengar khutbah.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan, “Jika berkhutbah Jum’at, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara Sahabat-Sahabat beliau menghadapkan wajah mereka ke arah beliau.” [3]

Dari Muthi’ al-Ghazal dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sudah menaiki mimbar, maka kami pun menghadapkan wajah kami ke arah beliau.” [4]

قَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ إِذَا اسْتَوَى عَلَى الْمِنْبَرِ اسْتَقْبَلْنَاهُ بِوُجُوهِنَا.

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami langsung menghadapkan wajah kami ke arah beliau.” [5]

Dari Abban bin ‘Abdullah al-Bajali, dia berkata, Aku pernah melihat ‘Adi bin Tsabit menghadapkan wajahnya ke arah khatib jika khatib itu berdiri sambil berkhutbah. Lalu aku tanyakan kepadanya, “Aku lihat engkau menghadapkan wajahmu ke khatib?” Dia menjawab, “Karena aku pernah melihat para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut.” [6]

Dari Nafi’, mantan budak Ibnu ‘Umar bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar mengerjakan shalat sunnah pada hari Jum’at hingga selesai sebelum khatib keluar, dan ketika khatib telah datang sebelum khatib itu duduk, dia (‘Abdullah bin ‘Umar) menghadapkan wajah ke arahnya.

Imam Ibnu Syihab az-Zuhri rahimahullahu mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menyampaikan khutbahnya, maka mereka langsung mengarahkan wajah mereka kepadanya sampai beliau selesai dari khutbahnya"

Imam Yahya bin Sa’id al-Anshari rahimahullahu mengatakan, “Yang sunnah untuk dilakukan adalah jika khatib sudah duduk di atas mimbar pada hari Jum’at, maka hendaklah semua orang mengarahkan wajah ke arahnya.” [7]

Al-Atsram mengatakan, aku pernah katakan kepada Abu ‘Abdullah [8], “Ketika khatib berada agak jauh di sebelah kananku, maka apakah jika aku ingin menghadap kepadanya, aku harus mengalihkan wajahku dari arah kiblat?”
Dia menjawab, “Ya, arahkan wajahmu kepadanya.” [9]

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi orang-orang untuk menghadap ke arah khatib jika dia tengah berkhutbah. Dan itu merupakan pendapat Malik, at-Tsauri, al-Auza’i, asy-Syafi’i, Ishaq, dan Ashabur rayi.” [10]

Ibnu Mundzir rahimahullahu mengatakan, “Hal itu bagaikan ijma’ (kesepakatan para ulama).” [11]

At-Tirmidzi rahimahullahu mengatakan, “Pengamalan terhadap hal tersebut dilakukan oleh para ulama dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga yang lainnya mereka menyunnahkan untuk menghadap ke khatib jika dia tengah berkhutbah.” [12]

MEMAINKAN BIJI TASBIH ATAU KUNCI SAAT KHUTBAH BERLANGSUNG
Sebagian orang ada yang melakukan hal yang sia-sia baik dengan kunci-kunci atau biji tasbih yang ada di tangannya saat mendengar khutbah Jum’at. Ini jelas bertentangan dengan ketenangan dan perhatian terhadap peringatan dan nasihat yang disampaikan kepadanya.

Bahkan hal tersebut masuk ke dalam kelengahan yang dilarang untuk dilakukan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

مَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا.

“Barangsiapa yang memegang batu kerikil berarti dia telah berbuat sia-sia.” [13]

Dan terkadang ada juga salah seorang dari mereka yang mengeluarkan kayu siwak dan bersiwak saat khutbah tengah berlangsung. Ini juga termasuk dalam kategori lengah (berbuat sia-sia).

MEMISAHKAN DUA ORANG YANG DUDUK BERDAMPINGAN PADA HARI JUM’AT
Terkadang ada orang yang datang terakhir ke masjid, lalu melangkahi pundak-pundak jama’ah yang datang lebih awal serta memisahkan duduk orang-orang agar dia bisa sampai di barisan pertama. Dan ini merupakan satu hal yang dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh al-Albani.

عَنْ جَـابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ رَجُلاً دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللهِ يَخْطُبُ فَجَعَلَ يَتَخَطَّى النَّاسَ فَقَـالَ رَسُولُ اللهِ اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَآنَيْتَ.

“Dari Jabir bin ‘Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pada hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khuthbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat.” [14]

Kemudian orang yang memisahkan di antara dua orang ini, yakni dengan melangkahi keduanya atau duduk di antara keduanya benar-benar telah kehilangan pahala yang besar, yaitu yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Salman al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيُدَهِّنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى.

“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi rumahnya kemudian keluar lalu dia tidak memisahkan antara dua orang dan kemudian mengerjakan shalat sunnah dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yang terjadi) antara Jum’atnya itu dengan Jum’at yang berikutnya”. [15]

Al-Hafizh rahimahullahu mengatakan, “Setelah dilakukan penghimpunan terhadap jalan-jalan dan lafazh-lafazh hadits, maka tampak sekumpulan dari apa yang kami sampaikan tadi bahwa penghapusan dosa dari hari Jum’at ke Jum’at berikutnya itu dengan syarat adanya semua hal berikut ini:
a. Mandi dan membersihkan diri.
b. Memakai minyak wangi atau minyak rambut.
c. Memakai pakaian yang paling bagus.
d. Berjalan kaki dengan penuh ketenangan.
e. Tidak melangkahi pundak jama’ah yang datang lebih awal.
f. Tidak memisahkan antara dua orang yang berdampingan.
g. Tidak mengganggu.
h. Mengerjakan amalan-amalan sunnah.
i. Diam.
j. Tidak melakukan aktivitas yang melengahkan” [16]

Lebih lanjut, al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Di dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr disebutkan, ‘Oleh karena itu, barangsiapa melangkahi orang atau melakukan hal yang melengahkan, maka baginya shalat Jum’at itu hanya shalat Zhuhur semata" [17]

[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaai’ah, Bab “75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Tafsiir al-Qurthubi (XVIII/117) dan al-Qaulul Mubiin (no. 346).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/135), Abu Dawud (no. 119), at-Tirmidzi (no. 526), Ibnu Hibban (no. 2792) Ihsaan.
[3]. Zaadul Ma’aad (I/430).
[4]. Hasan bisyawaahidi (dengan beberapa penguatnya): Diriwayat-kan oleh al-Bukhari dalam kitab at-Taariikh al-Kabiir (IV/II/ 47). Dinilai hasan oleh al-Albani dengan beberapa syahidnya dalam kitabnya, Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2080).
[5]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 509) dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Tirmidzi.
[6]. Hasan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (III/198). Al-Albani mengatakan di dalam kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (V/114), “Sanad ini jayyid.” Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1136) dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dan dinilai shahih oleh al-Albani.
[7]. Hasan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (III/199) dengan sanad hasan.
[8]. Yaitu Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
[9]. Al-Mughni (III/172).
[10]. Ibid (III/172).
[11]. Ibid (III/172).
[12]. Sunan at-Tirmidzi: kitab al-Jumu’ah, bab Maa Jaa’a fii Istiqbaalil Imaam idzaa Khathaba.
[13]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 857). Dan lihat kitab as-Subhah, Taariikhuhaa wa Hukmuhaa, Dr. Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid hafizhahullah. (Telah kami terbitkan dengan judul: Adakah Biji Tasbih pada Zaman Rasulullah j -pent.)
[14]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1115) dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih Ibni Majah.
[15]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883, 910).
[16]. Fat-hul Baari, syarah hadits no. 883.
[17]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 347) dan dinilai hasan oleh al

Tertidur Mendengar Khotbah Jumat

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustadz saya mau bertanya, apakah tidur ketika sholat diperbolehkan sedangkan kewajiban seseorang adalah mendengarkan khotib saat berkhutbah?

wassalamu’alaikum
Dari: Adit
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Tidur ketika mendengarkan khutbah Jumat, merupakan salah satu kesalahan besar yang dianggap lumrah dalam kegiatan ibadah kaum muslimin. Layaknya tidak mungkin lagi ada khutbah tanpa makmum yang tertidur. Seolah khutbah Jumat adalah kesempatan paling tepat untuk tidur. Sampai ada pameo yang menyatakan, bagi penderita insomnia yang sulit tidur, bisa diobati dengan mendengarkan khutbah Jumat. Kita ucapkan, Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiun. Butuh perjuangan lebih panjang, untuk bisa mengobati penyakit ini. Menumbuhkan kesadaran umat untuk bisa memahami arti penting nasehat dalam khutbah Jumat.
Bisa jadi, ini sebab utama mengapa umumnya kaum muslimin sulit untuk menjadi umat yang terdidik, meskipun setiap pekan mereka mendengarkan ceramah dan khutbah.
Berikut beberapa dalil yang menunjukkan celaan tentang fenomena ini:
Pertama, Allah perintahkan kaum muslimin untuk perhatian dengan nasehat
Allah berfirman,
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Apabila dibacakan Alquran, dengarkanlah dan diamlah, agar kalian mendapatkan rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204)
Diriwayatkan dari Aisyah, Said bin Jubair, Atha, Mujahid, Amr bin Dinar dan beberapa ulama lainnya, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan perintah untuk diam dalam rangka mendengarkan khutbah Jumat (Zadul Masir, 2:183).
Perintah diam ketika mendengarkan khutbah merupakan perintah untuk memperhatikan khutbah dengan seksama. Karena itulah, sebagian ulama menjadikan ini sebagai dalil larangan untuk tidur dan lalai ketika mendengarkan khutbah.
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan berbagai adab ketika Jumatan, agar makmum bisa konsentrasi mendengarkan khutbah. Diantaranya,
a. Larangan duduk sambil memeluk lutut
Hadis dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,
أَن النَبيَ صَلى اللهُ عَليه وَسَلمَ نَهَى عَنْ الْحَبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk memeluk lutut pada hari ketika imam sedang berkhutbah. (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dihasankan al-Albani).
Ketika menyebutkan hadis ini, an-Nawawi mengutip keterangan al-Khithabi:
نهى عنها لأنها تجلب النوم فتعرض طهارته للنقض، ويمنع من استماع الخطبة
Perbuatan ini dilarang, karena ini bisa menyebabkan ngantuk, sehingga bisa jadi wudhunya batal, dan terhalangi mendengarkan khutbah.” (al-Majmu’, 4:592)
b. Perintah untuk berpindah ketika ngantuk
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ
Apabila kalian ngantuk pada hari Jumat, maka berpindahlah dari tempat duduknya.” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan al-Albani).
Ketiga, kebiasaan masyarakat dan orang sholeh masa silam, mereka mencela keras orang yang tidur ketika mendengarkan khutbah Jumat.
Dari Ibnu Aun, bahwa Muhammad bin Sirin (ulama tabiin) menceritakan,
كانوا يكرهون النوم والامام يخطب ويقولون فيه قولا شديدا
“Mereka (para sahabat) sangat membenci orang yang tidur ketika imam sedang berkhutbah. Mereka mencela dengan celaan yang keras.”
Ibnu Aun mengatakan, ‘Kemudian di kesempatan yang lain, saya bertemu lagi dengan Ibnu Sirin. Beliau pun bertanya, “Apa komentar sahabat tentang mereka?” Ibn Sirin mengatakan,
يقولون مثلهم كمثل سرية أخفقوا
“Mereka berkomentar, orang yang tidur ketika mendengarkan khutbah seperti pasukan perang yang gagal.” Artinya, tidak mendapatkan ghanimah sedikitpun. (Tafsir al-Qurthubi, 18:117)
Sungguh jauh berbeda kebiasaan masyarakat di zaman kita dengan mereka. Tidur ketika mendengarkan khutbah dianggap tindakan yang menyebabkan pelakunya layak untuk dicela. Semantara bagi masyarakat kita, semacam ini dianggap sebagai hal yang biasa, tanpa ada perasaan bersalah dan menyesalinya.
Apa yang Harus Dilakukan Agar Tidak Ngantuk?
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari ngantuk dan tidur ketika mendengarkan khutbah:
Pertama, niatkan untuk mendapatkan ilmu.
Jadikan kehadiran kita ketika Jumatan sebagai sarana untuk mendapatkan tambahan ilmu. Kita berprinsip, seusai khutbah, harus ada hal baru yang bisa dicatat. Niatkan hal ini dari sejak berangkat, semoga menjadi tambahan pahala.
Dengan prinsip ini, jumtan kita tidak hanya menjadi rutinitas tak bermakna. Namun betul-betul untuk dzikrullah dan mendapatkan nasehat. Kita akan lebih bisa konsentrasi, menatap khatib dengan seksama, dan menananmkan isi khutbah yang baik ke dalam jiwa. Kita bisa tiru bagaimana sikap sahabat yang memfokuskan pandangannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendengarkan khutbah.
Kedua, jangan lupa mandi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mandi ketika hendak bernagkat Jumatan. Beliau bersabda,
غُسْل يوم الجُمُعة واجبٌ على كلِّ محتلم
Mandi pada hari Jumat, wajib bagi setiap orang yang sudah baligh.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan mandi, kondisi anda akan lebih segar, dan tidak berbau ngantuk.
Ketiga, pindah tempat ketika ngantuk
Seperti yang disarankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis yang telah kita bahas sebelumnya, “Apabila kalian ngantuk pada hari Jumat, maka berpindahlah dari tempat duduknya.”
Sikap semacam ini, mungkin masih dianggap tabu oleh masyarakat kita. Karena itu, butuh keberanian mental untuk memulainya. Sebagai bentuk perjuangan anda melawan ngantuk.
Keempat, bangunkan orang yang ngantuk di samping Anda.
Ini sebagai bentuk kepedulian anda kepada sesama. Namun ini harus dilakukan tanpa suara. Artinya, anda bangunkan hanya dengan gerakan tanpa ucapan.
Imam Ibnu Baz pernah ditanya tentang hukum membangunkan orang yang tidur ketika mendengarkan khutbah. Belaiu menjelaskan,
يستحب إيقاظهم بالفعل لا بالكلام، لأن الكلام في وقت الخطبة لا يجوز؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم:(إذا قلت لصاحبك أنصت يوم الجمعة والإمام يخطب فقد لغوت) متفق على صحته..
Dianjurkan untuk membangunkan mereka dengan gerakan, tanpa ucapan. Karena berbicara ketika berkhutbah tidak dibolehkan. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila kamu berbicara kepada sampingmu “Diam”, pada hari Jumat dan imam sedang berkhutbah, berarti kamu telah berbuat sia-sia…” (Muttafaq ‘alaihi). [www.binbaz.org]
Diantara dalil yang menunjukkan bolehnya mengingatkan dengan gerakan tanpa suara adalah sikap Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, seperti yang diceritakan oleh Nafi,
أن عبد الله بن عمر رأى رجلين يتحدثان والإمام يخطب يوم الجمعة فحصبهما، أن اصمتا
Bahwa Abdullah bin Umar pernah melihat dua orang saling ngobrol ketika imam sedang berkhutbah di hari Jumat. Kemudian beliau melempar keduanya dengan kerikil agar mereka diam. (HR. Malik dalam al-Muwatha, 346).
Ibnu Abdil Bar rahimahullah mengatakan,
ففيه تعليم كيف الإنكار لذلك؟ لأنه لا يجوز أن ينكر عليهما الكلامَ بالكلام في وقتٍ لا يجوز فيه الكلام
“Keterangan ini memberi pelajaran bagaimana cara mengingkari orang yang ngobrol dengan benar. Karena tidak boleh mengingkari obrolan keduanya dengan ucapan, di waktu tidak boleh berbicara.” (al-Istidzkar, 2:23)
Kelima, nasehat untuk khatib
Kepada para imam, para khatib, anda perlu menyadari bahwa jamaah sulit untuk diajak konsentrasi mendengarkan khutbah lebih dari 20 menit. Artinya, sebagian besar apa yang anda sampaikan, tidak mereka respon dengan baik. Padahal anda telah siapkan konsep, anda telah teriak-teriak, dan dst. Namun sayang, khutbah anda ditinggal tidur.
Karena itu, miliki prinsip, khutbahku pendek, khutbahku isinya sesuatu yang penting dan ada tamabahan ilmu baru yang bermanfaat bagi jamaah, dan hindari terlalu panjang yang membosankan.
Seperti inilah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khutbah beliau ringkas, dan shalatnya lebih panjang.
Dari jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
كان رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لا يطيل الموعظة يوم الجمعة، إِنما هنّ كلمات يسيرات
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memperlama khutbahnya di hari Jumat. Apa yang beliau sampaikan hanya nasehat ringkas. (HR. Abu Daud dan dishahihkan al-Albani).
Dengan khutbah yang isinya menarik, meskipun ringkas, akan meringankan jamaah dan membuat khutbah anda tidak ditinggal tidur.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.c

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Amru Farm | AYCUNA
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Mushala Amru Ciangkrong - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by AYCUNA